"Our lives begin to end the day we become silent about things that matter" Dr. Martin Luther King Jr

places of her heart

A Christmas Carol (III)

February 26, 2009


Pegawai Scrooge di ruang kecilnya tidak sengaja bertepuk tangan. Tindakan sehat itu membuat dia menyodok api lilin sehingga memadamkan cahaya lemah tersebut.

“Sekali lagi aku dengar kau bicara,” kata Scrooge,”Dan kau pasti menyesal. Anda pembicara hebat, Tuan,” tambah Scrooge membalas Keponakannya,”Kenapa tidak masuk Parlemen saja?”

“Jangan marah, Paman. Datanglah makan malam dengan kami besok.”

Scrooge mengiayakan bahwa dia akan menengok Keponakannya – ya, dia memang menengoknya. Scrooge akhirnya mengatakan bahwa dia tidak akan lama nantinya.

“Tapi kenapa?” seru Keponakan Scrooge,”Kenapa?”

“Kenapa kamu menikah?”kata Scrooge.

“Karena jatuh cinta.”

“Karena jatuh cinta!” geram Scrooge, seakan menikah adalah hal konyol lain di dunia ini selain Selamat Natal. “Selamat siang!”

“Tidak, Paman, tapi Paman tidak pernah menengok aku sebelum itu terjadi. Mengapa itu jadi alasan untuk tidak datang?”

“Selamat siang,” kata Scrooge.

“Maafkan aku Paman. Kami tidak pernah bertengkar yang mana aku sangat bahagia. Tapi aku menghormati Natal. Jadi, Selamat Natal, Paman.”

“Selamat siang!” kata Scrooge.

“Dan Selamat Tahun Baru!”

“Selamat siang!” kata Scrooge.

Keponakan Scrooge meninggalkan ruangan tanpa kata-kata kemarahan. Dia berhenti di pintu keluar untuk melimpahkan salam kepada Pegawai Scrooge yang masih kedinginan, meskipun lebih hangat dari Scrooge; yang membalasnya dengan hangat.

“Ada satu orang lagi,” gerutu Scrooge yang mendengarnya’ “Pegawaiku, dengan lima belas shilling seminggu, dan seorang istri dan keluarga, bicara tentang Natal yang bahagia. Aku akan pensiun saja.”

Keponakan Scrooge keluar dan ada dua pria masuk. Kedua orang itu bertubuh gemuk dan tampak menyenangkan, membuka topi, dan berdiri di dalam kantor Scrooge. Keduanya memegang buku dan kertas, memberi hormat pada Scrooge.

“Ini Scrooge and Marley, bukan?” kata salah seorang,”Bisa saya sebut Mr Scrooge, atau Mr Marley?”

“Mr Marley sudah meninggal sejak tujuh tahun yang lalu.” balas Scrooge,”Tujuh tahun yang lalu, tepat malam ini.”

“Tidak kami ragukan lagi kalau kebaikannya diwakilkan kepada rekan yang masih hidup,” kata pria itu lagi sambil menunjukkan surat tugasnya.

Tentu saja, karena keduanya mempunyai perhatian yang sama. Pada kata yang tidak menyenangkan: “kebaikan”, Scrooge mengerutkan dahi, menggelengkan kepalanya dan mengembalikan surat tugas kepada pria tadi.
“Berkaitan dengan masa-masa ini, Mr Scrooge,” kata pria itu sambil mengambil pulpen,” Ini lebih dari yang biasanya, kita seharusnya memberi sedikit untuk orang miskin dan papa, yang sangat menderita saat ini. Ribuan orang dalam kebutuhan biasa dan ratusan ribu dalam kesenangan biasa, sir.”

“Tidak ada yang dalam penjara?” tanya Scrooge.

“Banyak yang dipenjara,”kata pria itu sambil meletakkan lagi pulpennya.

“Dan Union workhouse?” tuntut Scrooge,”Apa masih bekerja?”

“Masih,” jawab pria tadi,”Seandainya saja tidak.”

“Kantor Dinas Sosial masih bekerja keras?” tanya Scrooge.

“Sangat sibuk, sir.”

“Oh, dari perkataanmu sebelumnya aku takut jangan-jangan sesuatu telah terjadi pada mereka,” kata Scrooge,”Senang mendengarnya.”

“Mereka terkesan hampir tidak dapat melengkapi sukacita Kristen,” jawab pria itu lagi,”Sebagian dari kami berusaha keras menggalang dana untuk membelikan makanan dan minuman bagi orang miskin, yang berarti kehangatan. Kami memilih saat ini, karena inilah saatnya berbelas kasih untuk sesama, dengan sukacita berkelimpahan. Berapa yang akan saya tulis untuk anda?”

“Tidak ada,” jawab Scrooge.

“Anda ingin tanpa nama?”

“Aku ingin sendiri,” kata Scrooge.”Sejak kau tanya apa yang aku inginkan, pak, inilah jawabannya. Aku tidak menjadikan diriku bahagia saat Natal dan aku tidak berusaha untuk membuat orang yang bermalas-malasan berbahagia. Aku mendukung dinas sosial dengan biaya cukup dan mereka cukup ke situ saja.”

“Banyak yang tidak dapat ke tempat itu; banyak yang lebih memilih mati.”

“Jika itu yang mereka pilih,”kata Scrooge,”Biarkanlah, itu akan menurunkan jumlah penduduk yang kelebihan. Lagi pula – maafkan aku—aku tidak tahu itu.”

“Mungkin anda tahu,” selidik pria itu.

“Bukan urusanku,” kata Scrooge,”Cukuplah bila aku hanya tahu urusanku sendiri dan tidak ikut campur urusan orang lain. Urusanku menyibukkan aku terus-menerus. Selamat siang, gentlemen.”

Terlihat jelas usaha mereka sia-sia untuk mencapai tujuan, maka kedua orang itu meninggalkan kantor Scrooge. Scrooge mulai memberikan pendapatnya pada Pegawainya yang menurutnya bermanfaat sambil berkelakar, yang sebenarnya tidak biasanya.
Sementara itu kabut dan kegelapan semakin tebal, jadi orang-orang berjalan dengan nyala api, menawarkan bantuan sebagai penuntun bagi kuda dan bawaan. Menara tua gereja dengan lonceng kuno yang selalu mengintip Scrooge melalui jendela model lama di dinding menjadi tak terlihat, seakan memukul jam dan menit di awan-awan dengan suara getaran yang gemetar di atas sana seumpama gigi yang gemeletuk karena kedinginan. Hawa dingin menjadi semakin hebat. Di sudut jalan utama, beberapa pekerja sedang memperbaiki pipa gas dan telah menyalakan api anglo, berkelilinglah para lelaki dan anak-anak yang berpakaian compang-camping bagai sebuah pesta, menghangatkan tangan dan mengedipkan mata di depan nyala api dengan gembira. Kayu penyumbat air ditinggalkan, dan luapan airnya menjadi es batu. Terangnya toko-toko di mana ranting holly dan berry gemericik karena panas lampu di jendela, membuat wajah pucat yang lewat memerah. Toko-toko yang berdagang menjadi lelucon indah: yaitu sukar dipercaya jika tidak ada lagi yang dapat dilakukan oleh prinsip menjemukan seperti tawar-menawar. Tuan Walikota dalam rumahnya yang besar dan megah, memberi perintah pada lima puluh tukang masak dan kepala pelayan untuk merayakan Natal seperti yang seharusnya bagi rumah tangga Walikota; dan bahkan penjahit kecil yang hanya punya uang lima shilling senin lalu untuk minum-minum di jalan, menyimpan puding Natal di loteng sementara istri dan anaknya keluar membeli daging



Translated by OYEN


To be continued..


post signature


0 komentar:

Post a Comment